CINTA TERHALANG, BAB 14

 Bab 14: Keberanian

Sheilla duduk di meja kerjanya, menatap layar ponsel dengan detak jantung yang cepat. Setelah beberapa minggu terpisah, rasa rindu yang menggebu membuatnya sadar bahwa ia tidak bisa terus-menerus menghindari perasaan ini. Dengan napas dalam, ia meraih ponselnya dan mulai mengetik pesan kepada Aidan. “Aidan, maukah kita bertemu? Ada banyak yang ingin kutanyakan.” Setiap kata terasa berat, namun ada rasa lega saat akhirnya mengirimkan pesan itu.

Beberapa menit berlalu, dan ponselnya bergetar. Pesan dari Aidan muncul: “Tentu, aku sangat ingin bertemu. Kapan dan di mana?” Tangan Sheilla bergetar saat ia membalas, memilih kafe kecil yang sering mereka kunjungi. Tempat itu dipenuhi kenangan indah, tempat di mana mereka pertama kali berbagi tawa dan impian.

Hari yang ditunggu pun tiba. Sheilla berdiri di depan cermin, mengenakan gaun sederhana yang selalu membuatnya merasa percaya diri. Ia mengingat betapa berartinya momen-momen bersama Aidan, dan kali ini ia ingin tampil sebaik mungkin. Saat melangkah keluar rumah, semangatnya campur aduk—antara antisipasi dan ketakutan.

Di kafe, aroma kopi dan kue mengingatkannya pada kebersamaan mereka. Sheilla tiba lebih awal, menatap keluar jendela, berharap Aidan akan segera datang. Ketika pintu terbuka dan Aidan muncul, jantungnya berdebar lebih kencang. Ia mengenakan sweater sederhana, senyum yang sama seperti yang selalu ia ingat.

“Hi, Sheilla,” sapa Aidan dengan suara hangat. Mereka saling menyapa, dan meskipun suasana canggung, ada kehangatan di antara mereka. Mereka memilih meja di sudut yang lebih tenang, dikelilingi oleh suara bising pengunjung lain.

Setelah memesan, Sheilla merasa bahwa ini adalah momen yang tepat untuk membuka percakapan. “Aidan, aku sudah lama memikirkan tentang kita,” katanya dengan suara bergetar. “Aku merasa sangat kehilangan tanpa kehadiranmu.”

Aidan menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba membaca perasaannya. “Aku juga merasakan hal yang sama, Sheilla. Setiap hari terasa kosong tanpa kamu di sisiku.” Pengakuan itu membuat Sheilla merasa sedikit lebih tenang. Mereka berdua telah merasakan kerinduan yang sama, meski jarak telah memisahkan mereka.

 

Sheilla melanjutkan, “Aku tahu kita berdua sedang menghadapi banyak hal, tetapi aku ingin kita bisa berbicara secara terbuka tentang perasaan kita. Aku tidak ingin ada lagi yang tersimpan.” Dengan keberanian yang baru ditemukan, ia melanjutkan, “Aku merindukanmu, Aidan. Lebih dari yang bisa aku ungkapkan.”

Aidan mengangguk, ekspresinya serius. “Aku juga merindukanmu. Selama ini, aku merasa terjebak dalam keraguan. Aku ingin sekali mendukungmu, tetapi aku takut aku tidak cukup kuat untuk menghadapi semua ini.”

Percakapan itu mengalir dengan jujur. Mereka saling berbagi tentang ketakutan, harapan, dan kerinduan yang telah menyiksa mereka. Setiap kata yang keluar dari mulut mereka seperti membuka kembali luka lama, tetapi sekaligus mengobati. Sheilla merasa berani untuk berbicara tentang impian mereka. “Aku ingin kita tetap saling mendukung, tidak peduli seberapa sulitnya keadaan,” ungkapnya.

Aidan tersenyum, dan itu membuat hati Sheilla berdebar. “Aku ingin itu juga, Sheilla. Kita harus bisa menjadi kekuatan satu sama lain, bukan hanya saat-saat mudah tetapi juga ketika sulit.”

Seiring waktu berlalu, mereka berbicara tentang masa depan, harapan, dan tantangan yang mungkin dihadapi. Sheilla menyadari bahwa mereka memiliki visi yang sama meskipun terpisah oleh keadaan. Keberanian mereka untuk berbicara terbuka membuat hubungan mereka semakin kuat.

Akhirnya, saat matahari mulai terbenam, mereka menyadari betapa berartinya momen ini. “Aku merasa lebih ringan setelah berbicara denganmu,” kata Aidan.

“Begitu juga aku,” jawab Sheilla, merasakan beban yang terangkat. Mereka berdua sepakat untuk tidak lagi membiarkan ketakutan menghalangi mereka.

Setelah pertemuan itu, Sheilla merasa optimis. Dia tahu bahwa meskipun banyak rintangan yang harus dihadapi, keberanian untuk berbicara dan saling mendukung adalah langkah pertama menuju masa depan yang lebih cerah. Dengan keyakinan baru, ia siap menjalani apa pun yang datang, bersandar pada cinta dan keberanian yang telah mereka bangun bersama.

Tidak ada komentar untuk "CINTA TERHALANG, BAB 14"