CINTA DALAM DILEMA, BAG. 24

 Bab 24: Kembali ke Jalan Allah

 

Setelah melewati pertemuan emosional dengan Aisha, Rizki merasa jiwanya kosong dan hatinya penuh dengan keraguan. Perasaannya terhadap Aisha dan tanggung jawabnya terhadap Sofia membuatnya merasa terjebak dalam pusaran yang tidak bisa ia kendalikan. Dalam keadaan bingung dan putus asa, ia sadar bahwa ia perlu kembali kepada Allah, mencari petunjuk dan hidayah-Nya.

 

Suatu malam, setelah seharian berjuang dengan pikirannya, Rizki mengambil keputusan. Ia pergi ke masjid terdekat. Langkahnya terasa berat, tetapi hatinya berusaha untuk optimis. Begitu ia memasuki ruang masjid, aroma wangi kayu dan karpet yang lembut menyambutnya. Ia merasakan kedamaian di dalam hati, sebuah tempat di mana ia bisa mencurahkan segala unek-uneknya kepada Sang Pencipta.

 

Rizki duduk di sudut masjid, mengamati jamaah lain yang sedang melaksanakan shalat. Ia merasa terasing, tetapi di saat yang sama, ia merasakan kedamaian yang sulit dijelaskan. Setelah menunaikan shalat sunnah, Rizki mengangkat kedua tangannya, berdoa dengan sepenuh hati.

 

“Ya Allah, aku datang kepada-Mu dengan penuh kerendahan. Aku merasa bingung dan tidak tahu jalan mana yang harus kuambil. Tolonglah aku, tunjukkan jalan yang benar,” doanya, suara bergetar dengan emosi. “Aku ingin berbuat baik, tetapi hatiku terbelah. Bantulah aku menemukan arah.”

 

Waktu terasa melambat saat Rizki berdoa. Ia mengingat kembali momen-momen ketika ia dekat dengan Allah, saat hatinya penuh dengan keyakinan dan kedamaian. Ia merindukan perasaan itu—merindukan saat-saat di mana segala sesuatunya terasa lebih jelas dan terarah.

 

Setelah selesai berdoa, Rizki merasakan ada yang berbeda. Ia merasa seolah Allah mengingatkannya tentang pentingnya iman dan tawakkal. Ia mengingat ayat-ayat Al-Qur'an yang mengajarkan bahwa Allah selalu mendengar setiap doa hamba-Nya. Dengan semangat baru, Rizki memutuskan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap aspek hidupnya.

 

Hari-hari berikutnya, Rizki berusaha untuk mengatur ulang kehidupannya. Ia mulai melaksanakan shalat tepat waktu, membaca Al-Qur'an setiap hari, dan berusaha memahami makna setiap ayat yang dibacanya. Ia merasakan ketenangan yang mulai kembali. Dalam setiap bacaan, ia menemukan pelajaran dan hikmah yang membimbingnya dalam menghadapi masalah yang ia hadapi.

 

Suatu malam, ketika ia membuka Al-Qur'an, Rizki menemukan ayat yang sangat menyentuh hatinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya, Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153). Ayat ini membuatnya menyadari bahwa kesabaran adalah kunci dalam menghadapi setiap ujian. Ia harus belajar bersabar, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

 

Dengan hati yang bertekad, Rizki memutuskan untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Ia mulai mencari kegiatan positif yang bisa membantunya fokus dan menjaga hatinya tetap bersih. Ia bergabung dengan kegiatan sosial di masjid, membantu anak-anak di lingkungan sekitar, dan berusaha memberi dampak positif bagi orang lain. Dalam setiap aktivitas tersebut, ia merasa lebih dekat dengan Allah dan menemukan arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya.

 

Di tengah perjalanan spiritualnya, Rizki juga menyadari pentingnya menjalin hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Ia berusaha lebih terbuka dengan Sofia, menjelaskan perasaannya dan memberikan pengertian tentang situasinya. Meski sulit, Rizki merasa ini adalah langkah yang perlu diambil agar tidak ada lagi beban di hatinya.

 

Suatu sore, mereka bertemu di café. Rizki merasakan kecanggungan di udara, tetapi ia berusaha tenang. “Sofia, ada yang ingin aku bicarakan,” katanya, memulai pembicaraan.

 

“Ada apa, Rizki? Kau terlihat serius,” Sofia menjawab, matanya penuh harap.

 

“Aku ingin kau tahu bahwa aku menghargai setiap momen yang kita lewati bersama. Namun, aku merasa harus jujur tentang perasaanku,” Rizki mengungkapkan, hatinya berdebar-debar.

 

Sofia menatapnya dengan penuh perhatian, “Apa maksudmu?”

 

“Setelah pertemuanku dengan Aisha, aku merasa bingung. Aku sedang dalam proses mencari jalan yang benar, dan aku merasa kita harus jujur satu sama lain. Aku ingin kau tahu bahwa hatiku tidak sepenuhnya tenang,” Rizki menjelaskan dengan hati-hati.

 

Raut wajah Sofia berubah, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. “Aku mengerti. Ini memang sulit. Aku juga merasakan ketidakpastian dalam hubungan kita,” jawabnya pelan.

 

Rizki merasa berat, tetapi ia tahu bahwa kejujuran adalah langkah yang tepat. “Aku ingin kita bisa bersahabat, tetapi aku tidak ingin kau merasa terikat pada sesuatu yang tidak sepenuhnya tulus. Aku sedang berusaha untuk menemukan diriku sendiri dan kembali kepada Allah,” katanya, suaranya penuh penyesalan.

 

Sofia mengangguk, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku ingin kau bahagia, Rizki. Aku tidak ingin menjadi penghalang dalam hidupmu. Kau adalah orang baik, dan aku menghargai semua yang telah kau lakukan untukku,” ujarnya dengan tulus.

 

Pertemuan itu mengubah dinamika hubungan mereka. Meski Rizki merasa sedih, ia juga merasakan beban di hatinya mulai berkurang. Ia berdoa agar Sofia menemukan kebahagiaannya sendiri dan mengikhlaskan perasaannya dengan baik.

 

Sementara itu, Rizki terus berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Ia tidak hanya berdoa untuk mendapatkan petunjuk, tetapi juga berusaha melakukan yang terbaik dalam setiap aspek hidupnya. Ia menyadari bahwa dengan setiap usaha yang ia lakukan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, Allah akan memberinya jalan yang tepat.

 

Di saat-saat kesendirian, Rizki semakin sering mengingat betapa pentingnya untuk bersyukur. Ia belajar untuk menghargai setiap momen, bahkan yang kecil sekalipun. Setiap senyuman dari teman, setiap pelukan hangat dari keluarganya, dan setiap detik dalam shalatnya menjadi sumber kekuatan yang luar biasa.

 

Suatu malam, Rizki mendapatkan inspirasi untuk menulis sebuah surat kepada Allah. Ia mengambil selembar kertas dan menuliskan isi hatinya dengan tulus. Ia mengekspresikan rasa syukurnya, kerinduannya kepada Allah, dan harapan untuk masa depannya. Menulis itu menjadi bentuk refleksi bagi Rizki, seolah ia mengobrol dengan Allah, memohon agar dijauhkan dari keraguan dan diberikan petunjuk yang jelas.

 

“Ya Allah, aku bersyukur atas setiap hari yang Kau berikan. Aku ingin hidupku berarti dan bermanfaat bagi orang lain. Tolonglah aku untuk menemukan jalan yang Kau ridhoi,” tulisnya dengan penuh harapan.

 

Setelah menulis, Rizki merasa lebih tenang. Ia menyadari bahwa hidupnya adalah sebuah perjalanan, dan setiap langkah yang ia ambil, dengan izin Allah, akan membawanya menuju kebaikan. Ia belajar untuk berserah diri dan percaya bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik untuknya.

 

Dengan semangat baru, Rizki melanjutkan kehidupannya. Ia berusaha untuk lebih aktif dalam beribadah, berdoa, dan menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Ia berkomitmen untuk terus belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang ia cintai.

 

Di tengah perjalanan ini, Rizki menyadari bahwa cinta yang tulus kepada Allah akan membimbingnya dalam setiap langkah. Ia yakin bahwa dengan kembali ke jalan Allah, ia akan mendapatkan petunjuk yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua urusan di hatinya. Dalam kerendahan hati dan keinginan untuk menjadi lebih baik, Rizki bertekad untuk melangkah maju, mengandalkan iman dan doa sebagai pemandu dalam kehidupannya.



Bersambung....

Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, BAG. 24"