KUTUKAN CINTA, BAB 1

 Bab 1: Kenangan Manis

Aksara pertama kali bertemu Kirana di masjid kampus, tempat di mana ia sering menghabiskan waktu untuk merenung dan mencari ketenangan. Masjid itu adalah tempat yang istimewa bagi Aksara, bukan hanya sebagai tempat beribadah, tetapi juga ruang untuk mencari kedamaian di tengah hiruk-pikuk dunia. Saat itu, Aksara sedang asyik membaca sebuah buku tentang refleksi kehidupan dalam Islam. Di tengah keheningan, suara lembut menyapanya, "Maaf, boleh aku pinjam bukunya nanti?".

Aksara menoleh dan mendapati seorang gadis berdiri dengan senyum ramah. Gadis itu adalah Kirana. Rambutnya yang terurai rapi ditutupi hijab sederhana, dan sorot matanya memancarkan ketulusan. Pertemuan itu tampak biasa saja, tetapi bagi Aksara, ada sesuatu yang berbeda. Percakapan sederhana mereka berlanjut menjadi diskusi hangat. Kirana ternyata adalah mahasiswi baru yang sedang mencari referensi bacaan untuk tugas kuliah. Percakapan itu akhirnya menjadi awal dari hubungan mereka.

Kirana memiliki cara berbicara yang lugas namun menyenangkan. Dalam hitungan menit, ia berhasil membuat Aksara yang pendiam merasa nyaman. Mereka mulai sering bertemu di masjid setelah kejadian itu. Awalnya hanya sebatas diskusi buku, namun lama-kelamaan, pembicaraan mereka meluas ke topik-topik lain seperti kehidupan, impian, dan makna cinta dalam Islam. Kirana, dengan semangat mudanya, memiliki pandangan unik tentang kehidupan. Ia percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup adalah bagian dari rencana Allah, dan manusia harus belajar untuk bersyukur.

Aksara yang biasanya skeptis terhadap cinta mulai merasa bahwa Kirana adalah sosok yang berbeda. Ia bukan hanya teman diskusi, tetapi juga seseorang yang mampu membuatnya memandang hidup dengan cara yang lebih positif. Kirana sering mengingatkan Aksara tentang pentingnya tawakal, percaya kepada Allah dalam setiap langkah. Aksara merasa bahwa kehadiran Kirana adalah jawaban dari doanya selama ini. Ia mulai berpikir bahwa mungkin Kirana adalah takdir yang dikirimkan untuknya.

Kebersamaan mereka menghadirkan kebahagiaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, baik di masjid maupun di taman kampus, berbicara tentang berbagai hal. Salah satu momen yang paling diingat Aksara adalah ketika mereka berbicara tentang masa depan. Kirana bercerita tentang impiannya menjadi seorang pendidik yang bisa menginspirasi banyak orang. Ia ingin membuka sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu. Semangat dan kebaikan hatinya membuat Aksara semakin terpesona.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada bayangan kelam yang perlahan mulai muncul. Aksara merasakan ada sesuatu yang mengganjal, tetapi ia tidak bisa memastikan apa itu. Kadang-kadang, ia melihat Kirana termenung, seperti menyimpan sesuatu yang tidak ia ungkapkan. Ketika Aksara mencoba bertanya, Kirana hanya tersenyum dan mengatakan, "Tidak apa-apa, aku hanya lelah." Jawaban itu tidak memuaskan Aksara, tetapi ia memilih untuk tidak memaksa.

Pertemuan mereka semakin intens, tetapi ada momen di mana Aksara mulai merasa khawatir. Ia takut perasaan yang tumbuh di hatinya justru akan membawa mereka ke arah yang salah. Dalam salah satu diskusi mereka, Aksara dengan jujur mengungkapkan kegelisahannya. "Kirana, aku takut... perasaan ini membuat kita lupa akan tujuan utama kita. Kita terlalu banyak menghabiskan waktu bersama," katanya dengan nada serius. Kirana tersenyum lembut dan menjawab, "Aku juga merasakan hal yang sama, Aksara. Tapi bukankah cinta itu seharusnya mendekatkan kita kepada Allah? Jika ini yang terjadi, kita harus saling mengingatkan."

Kirana adalah sosok yang selalu mampu membuat Aksara merasa tenang. Ia memiliki cara untuk menjelaskan sesuatu dengan sederhana namun penuh makna. Meskipun begitu, bayangan kelam tetap mengintai kebahagiaan mereka. Kirana mulai sering menghindar dengan alasan tugas kuliah yang menumpuk. Aksara merasa ada jarak yang mulai terbentuk, tetapi ia tidak tahu bagaimana mengatasinya.

Suatu hari, ketika mereka sedang duduk di taman kampus, Kirana tiba-tiba berkata, "Aksara, jika suatu saat kita harus berpisah, apakah kamu akan membenciku?" Pertanyaan itu mengejutkan Aksara. Ia tidak tahu harus menjawab apa. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?" balasnya. Kirana hanya tersenyum tipis dan menjawab, "Tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja."

Percakapan itu meninggalkan kesan mendalam di hati Aksara. Ia mulai bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang Kirana sembunyikan. Kebahagiaan yang mereka rasakan perlahan mulai terasa rapuh. Namun, Aksara berusaha untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Ia memilih untuk fokus pada saat-saat indah yang masih bisa mereka nikmati bersama.

Meski begitu, Aksara tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang terus menghantuinya. Ia merasa ada sesuatu yang akan berubah, tetapi ia tidak tahu kapan dan bagaimana. Kebersamaan mereka memang penuh dengan tawa dan kebahagiaan, tetapi di balik itu semua, ada bayangan kelam yang siap menguji keteguhan hati mereka

Tidak ada komentar untuk "KUTUKAN CINTA, BAB 1"