Cinta Terhalang (Sheilla), BAB 4

 Bab 4: Dinding Pemisah

Hari-hari berlalu, dan Sheilla merasa seolah-olah hidupnya terjebak dalam dua dunia yang saling bertentangan. Di satu sisi, ada Aidan yang telah mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan dan harapan. Namun, di sisi lain, ada harapan orang tuanya yang semakin menekan, menciptakan dinding pemisah yang tak terhindarkan antara mereka.

Suatu sore, Sheilla duduk di kamarnya, dikelilingi oleh tumpukan buku dan catatan kuliah. Tetapi, perhatian dan pikirannya teralihkan. Kenangan akan pertemuan-pertemuan indah bersama Aidan terus berputar di benaknya. Dia teringat tawa mereka di kafe, diskusi mendalam di taman, dan momen-momen manis saat mereka berjalan bersama. Namun, di balik semua kenangan itu, suara orang tuanya terus menggema.

“Sayang, kami ingin yang terbaik untukmu. Penting untuk mempertimbangkan masa depan, dan mencari suami yang bisa memberi kehidupan yang layak,” kata ibunya, suaranya terngiang dalam pikiran Sheilla. Setiap kali pernyataan itu terlintas, hatinya terasa berat. Dia tahu orang tuanya hanya ingin melindunginya, tetapi impian mereka tentang masa depan yang ideal tidak sejalan dengan keinginannya.

Dia melangkah ke jendela dan memandang keluar. Melihat teman-temannya bermain di taman, dia merasa terasing. Kenapa cinta yang begitu tulus harus menghadapi banyak rintangan? Kenapa harus ada harapan-harapan yang memisahkan dirinya dari Aidan?

Hari itu, Sheilla memutuskan untuk menemui Aidan. Dia ingin berbagi beban yang menggerogoti hatinya. Ketika mereka bertemu di kafe, Aidan menyambutnya dengan senyuman hangat. Namun, saat melihat wajah Sheilla, senyumnya sedikit pudar. Dia bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka.

“Ada apa, Sheilla? Kau terlihat tidak nyaman,” tanya Aidan, sambil menatapnya dengan penuh perhatian.

Sheilla menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. “Aidan, aku… aku merasa tertekan. Orang tuaku terus mendesakku untuk memikirkan masa depan. Mereka ingin aku menikah dengan seseorang yang mapan, dan itu membuatku bingung.”

Aidan mendengarkan dengan seksama, hatinya merasakan ketidaknyamanan yang dialami Sheilla. “Aku mengerti, tetapi apakah kau merasa bahagia dengan apa yang mereka inginkan?” tanyanya, mencoba untuk membangkitkan keberanian dalam diri Sheilla.

“Entahlah. Di satu sisi, aku ingin menghormati harapan mereka. Mereka selalu berusaha yang terbaik untukku. Tapi di sisi lain, aku mencintaimu, Aidan. Itu membuatku merasa terjebak,” jawab Sheilla, suaranya bergetar.

Mendengar pernyataan itu, Aidan merasakan beban di hatinya semakin berat. “Sheilla, aku tidak ingin menjadi penghalang antara kau dan keluargamu. Tapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku. Kita harus menemukan jalan tengah,” katanya, berusaha sekuat tenaga untuk tetap optimis.

Setelah perbincangan itu, Sheilla merasa sedikit lega, tetapi dinding pemisah antara harapan orang tuanya dan cinta mereka semakin nyata. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana cara mengatasi konflik ini. Dalam beberapa minggu berikutnya, ketegangan semakin meningkat saat orang tuanya mulai memperkenalkan calon-calon suami yang diharapkan. Mereka adalah pemuda-pemuda dari latar belakang yang mapan, dengan pendidikan yang baik dan prospek masa depan yang cerah.

Setiap kali Sheilla melihat mereka, hatinya terasa hancur. Dia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa orang tuanya memiliki visi yang jelas tentang masa depan yang diinginkan untuknya. Daya tarik dan perhatian yang mereka berikan membuatnya merasa terjebak di antara dua dunia. Meski mencintai Aidan, di benaknya muncul pertanyaan besar: Apakah dia benar-benar siap untuk melawan harapan orang tuanya?

Suatu malam, saat duduk bersama keluarga, Sheilla mendengar percakapan antara orang tuanya. “Kita harus memperkenalkan Sheilla kepada Andi, anak pengusaha terkenal itu. Dia adalah sosok yang sangat potensial,” kata ayahnya.

Sheilla merasa seolah-olah terhimpit. Ketika makan malam berakhir, ia segera melangkah ke kamarnya dan menangis. Keputusan yang harus diambil semakin sulit, dan dinding pemisah yang menghalangi cinta mereka semakin jelas.

Dengan mata yang masih berkaca-kaca, Sheilla merenungkan pilihan yang ada di hadapannya. Dia tahu, untuk menemukan kebahagiaan sejati, dia harus berani memilih jalan yang sesuai dengan hatinya, meski harus melawan harapan orang tuanya. Cinta dan keluarga, dua hal yang saling tarik menarik dalam hidupnya, dan dia harus menemukan cara untuk menjembatani keduanya.

Di tengah kebingungan itu, satu hal yang pasti: dia tidak bisa terus bersembunyi. Sheilla harus menghadapi kenyataan dan memilih apa yang sebenarnya diinginkan dalam hidupnya. Dinding pemisah ini harus dihancurkan, meskipun jalan yang harus dilalui penuh tantangan.

Tidak ada komentar untuk "Cinta Terhalang (Sheilla), BAB 4"