CINTA TERHALANG, BAB 10

 Bab 10: Harapan

Aidan duduk di sudut kamarnya, matanya terpejam dan tangan terlipat di atas lutut. Suasana malam yang tenang menambah kesan mendalam pada doanya. Dalam hati, dia berharap Allah memberikan petunjuk yang jelas, suatu sinyal yang bisa membantunya memahami jalan yang harus diambil. Setiap detik terasa seperti beban yang semakin berat; ketegangan antara dirinya dan Aira semakin meningkat. Mereka berdua berada di persimpangan jalan, dan Aidan tak ingin membuat keputusan yang salah.

Mereka telah melalui banyak hal bersama, dari tawa yang tak terhingga hingga air mata yang mengalir. Aidan masih ingat saat pertama kali bertemu Aira di kampus, bagaimana senyumnya mampu mencerahkan harinya yang kelabu. Cinta yang tumbuh di antara mereka bukanlah cinta biasa; itu adalah cinta yang penuh gairah dan impian, namun juga diwarnai oleh keraguan dan ketakutan. Saat ini, keraguan itu membayangi mereka seperti awan gelap yang tak kunjung pergi.

“Ya Allah, tunjukkanlah jalan yang benar,” bisiknya, suara Aidan hampir tak terdengar di tengah hening malam. Dia berharap agar Allah memberinya kekuatan untuk memperjuangkan cinta ini, meskipun tantangan yang ada begitu besar. Aidan percaya bahwa cinta mereka bisa melewati semua ujian jika mereka berdua berjuang bersama. Namun, apakah Aira merasakan hal yang sama?

Dalam hati, Aidan merenungkan semua peristiwa yang telah membentuk hubungan mereka. Ada saat-saat di mana ketegangan muncul, terutama ketika Aira mulai merasa tertekan oleh ekspektasi dari keluarganya. Keluarga Aira selalu menekankan pentingnya memilih jalan yang stabil dan aman, sedangkan Aidan, dengan semangatnya yang membara, sering kali mengajak Aira untuk mengikuti impian dan passion-nya. Hal ini sering kali menimbulkan perdebatan, dan Aidan bisa merasakan betapa beratnya beban yang dipikul Aira.

Dia teringat saat mereka duduk di bangku taman, berbagi cita-cita dan impian. “Aku ingin menjadi seorang penulis,” ungkap Aira dengan mata berbinar. “Tapi, aku tahu orang tuaku ingin aku memilih karier yang lebih konvensional.” Aidan meraih tangan Aira, memberi dukungan. “Jangan biarkan orang lain mendikte hidupmu. Ikuti kata hatimu.”

Namun, seiring berjalannya waktu, Aidan mulai menyadari bahwa dukungannya tak selalu cukup. Aira sering terlihat cemas dan tersisih, terjebak antara keinginannya sendiri dan harapan keluarganya. Keberadaan Aidan menjadi pelipur lara, tetapi dia juga merasa terjebak dalam ketidakpastian. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi semua ini?

Aidan membuka matanya dan menatap ke luar jendela, melihat bulan yang bersinar terang. “Kami harus berbicara,” pikirnya. Komunikasi adalah kunci untuk mengatasi semua masalah ini. Dia ingin Aira tahu bahwa dia ada untuknya, bahwa mereka bisa mencari solusi bersama. Tak ada lagi rahasia, tak ada lagi rasa ragu. Jika cinta ini benar-benar tulus, maka mereka harus berani menghadapi kenyataan dan berbagi beban masing-masing.

Dia mengingat kata-kata Aira, “Cinta itu bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang komitmen dan usaha.” Aidan mengangguk pada dirinya sendiri, menyadari bahwa dia juga harus berusaha lebih keras. Dia tidak bisa hanya berharap semuanya akan baik-baik saja tanpa berbuat sesuatu. Dia perlu menunjukkan bahwa dia siap berdiri di samping Aira, apapun yang terjadi.

Dengan semangat baru, Aidan bertekad untuk menemui Aira keesokan harinya. Dia ingin mendiskusikan semuanya, membangun jembatan komunikasi yang lebih kuat antara mereka. Dia ingin Aira tahu bahwa cinta mereka tidak akan mudah hancur hanya karena tekanan dari luar. Mereka berdua adalah tim, dan bersama, mereka dapat mengatasi rintangan apapun yang menghadang.

Saat Aidan berbaring di tempat tidurnya, dia merasa sedikit lebih tenang. Harapan mulai tumbuh di dalam hatinya, harapan bahwa cinta mereka bisa mengatasi segala tantangan. Dia berdoa agar Allah memberinya kekuatan dan kebijaksanaan untuk mengatasi setiap masalah yang akan mereka hadapi. Dan dengan itu, dia tertidur, memimpikan masa depan yang cerah dan penuh cinta.

Tidak ada komentar untuk "CINTA TERHALANG, BAB 10"