CINTA DALAM DILEMA, Bag. 3

 Bab 3: Ikrar Setia

Matahari pagi menyinari rumah Rizki dan Sofia dengan hangat, tetapi di dalam hatinya, Rizki merasa dingin. Hari itu adalah hari spesial, di mana mereka merayakan satu bulan pernikahan. Sofia telah merencanakan beberapa kegiatan untuk merayakan momen ini, dan meskipun Rizki berusaha terlihat bahagia, beban yang ia rasakan di dadanya terus menggerogoti.

Saat sarapan, Sofia menyiapkan hidangan favorit Rizki—nasi goreng dengan telur mata sapi. Senyumnya membuat Rizki merasa sedikit lebih baik, tetapi bayangan Aisha tak bisa dihapuskan. Mereka duduk di meja makan, dan Rizki merasakan kegembiraan Sofia yang tulus. “Rizki, aku ingin kita merayakan bulan pertama ini dengan cara istimewa,” ujar Sofia ceria, menyajikan sarapan dengan penuh kasih.

Rizki tersenyum dan mengangguk. “Tentu, sayang. Apa rencanamu?” tanyanya, berusaha menyembunyikan keraguan yang melanda. Sofia menjelaskan bahwa ia ingin mengunjungi tempat mereka pertama kali berkencan—sebuah taman indah yang dipenuhi bunga dan pepohonan rindang. Kenangan indah itu membuat Rizki teringat betapa bahagianya ia saat itu. Namun, ia juga mengingat betapa saat ini hatinya terpecah.

Setelah sarapan, mereka bersiap-siap untuk pergi. Rizki berusaha mengalihkan pikirannya dari Aisha, mengingat semua alasan mengapa ia memilih Sofia. Dalam perjalanan menuju taman, mereka berbicara tentang mimpi dan harapan masa depan. Sofia bercerita tentang cita-citanya menjadi seorang guru, dan bagaimana ia ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Rizki merasa tersentuh, tetapi rasa bersalah terus menghantuinya.

 Ketika mereka tiba di taman, pemandangan yang indah menyambut mereka. Warna-warni bunga beraneka ragam mekar di sekeliling, dan aroma segar menyejukkan suasana. Sofia melompat dengan gembira, seperti anak kecil yang baru saja menemukan taman bermain. Rizki tersenyum melihatnya, tetapi hatinya masih diliputi keraguan.

Sofia mengajak Rizki berjalan-jalan di sekitar taman, dan saat mereka duduk di bangku yang nyaman, Sofia tiba-tiba beralih ke topik yang lebih serius. “Rizki, aku ingin kita mengingat kembali ikrar yang kita ucapkan saat pernikahan,” katanya. Rizki terkejut, tetapi ia tahu bahwa ini adalah bagian dari proses yang harus mereka lalui.

 “Janji kita untuk saling mencintai, menghormati, dan mendukung satu sama lain, dalam suka maupun duka,” lanjut Sofia. Rizki merasakan jantungnya berdebar. Ia mengingat saat mereka mengucapkan janji itu di depan keluarga dan sahabat. Saat itu, ia benar-benar percaya bahwa ia bisa menjalani hidup dengan Sofia. Tetapi kini, saat ia mendengar kembali janji itu, perasaan bersalah melanda.

 “Aku berjanji akan selalu ada untukmu, Rizki. Tidak peduli apa pun yang terjadi, kita akan melalui ini bersama,” tambah Sofia, menatapnya dengan mata penuh harapan. Rizki merasa hancur. Bagaimana ia bisa mengingkari semua itu? Ia menundukkan wajah, tidak mampu menatap Sofia.

 “Sayang, aku…” Rizki terdiam. Ia ingin jujur, tetapi rasa takut menyelimuti hatinya. Ia tidak ingin melukai Sofia. “Aku akan selalu berusaha untuk menjadi suami yang baik,” jawabnya, berusaha terdengar meyakinkan.

 Sofia tersenyum, tetapi Rizki bisa merasakan ada keraguan di dalam senyumnya. “Aku percaya padamu, Rizki. Kita akan melalui semua ini bersama, seperti yang sudah kita janjikan,” katanya. Setiap kata yang diucapkan Sofia terasa seperti belati yang menancap di hatinya. Ia merasa semakin terjebak dalam konflik batin yang tak berujung.

 Setelah beberapa waktu, mereka melanjutkan berjalan-jalan di taman. Sofia berbagi harapan untuk masa depan, seperti memiliki anak dan membangun rumah yang hangat. Rizki mendengarkan, tetapi pikirannya terus berkelana pada Aisha. Ia merasa seperti dua orang berbeda, terbelah antara cinta dan tanggung jawab.

Malam menjelang, dan Rizki memutuskan untuk membawa Sofia makan malam di restoran favorit mereka. Di meja makan, suasana romantis menyelimuti mereka. Namun, saat melihat Sofia yang ceria, Rizki merasa semakin tertekan. Ia ingin memberikan yang terbaik untuknya, tetapi bayangan Aisha kembali menghantui.

Saat makan, Sofia tiba-tiba berujar, “Rizki, aku ingin kita menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Kita harus saling mendukung dalam setiap langkah. Aku ingin kita saling terbuka tentang perasaan kita.” Rizki tertegun. Bagaimana ia bisa terbuka jika hatinya terbelah? Ia merasa semakin tertekan.

 “Ya, tentu. Kita bisa mencoba lebih banyak lagi,” jawab Rizki, berusaha mengalihkan pembicaraan. Sofia tersenyum bahagia, tetapi di dalam hatinya, Rizki tahu ada sesuatu yang hilang.

 Setelah makan malam, mereka pulang. Rizki merasa hampa. Ia ingin berkomitmen kepada Sofia, tetapi Aisha terus menghantuinya. Dalam perjalanan pulang, ia berusaha mencari jawaban. Ia harus menemukan cara untuk menghadapi perasaannya sebelum semuanya terlambat.

 

Di dalam hatinya, Rizki berjanji untuk berusaha sekuat tenaga. Ia ingin menjalani pernikahannya dengan sebaik-baiknya, tetapi perjalanan ini tampaknya semakin rumit. Ia tahu, di satu sisi, ia mencintai Sofia dengan sepenuh hati. Namun, di sisi lain, Aisha tidak pernah benar-benar pergi dari pikirannya. Dengan berat hati, Rizki mengingat kembali ikrar setia mereka, berdoa agar bisa menemukan jalan yang benar di tengah keraguan dan perasaan yang membingungkan

Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, Bag. 3"