PEJUANG SUBUH, Bab 17: Kepergian Hana

 

Bab 17: Kepergian Hana

"Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali."
(QS. Al-Baqarah: 156)

Subuh itu, masjid Al-Hikmah lebih hening dari biasanya. Arkan duduk lebih lama setelah salam. Hatinya terasa aneh, seperti kehilangan sesuatu yang belum sempat benar-benar ia genggam.

Langit tampak pucat, mentari belum muncul sepenuhnya. Dan tepat ketika ia hendak berdzikir, ponselnya bergetar. Pesan dari Ayyub:

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Hana telah berpulang, Bro. Tadi Subuh, dalam tidur. Wajahnya tersenyum. Ibunya bilang, dia bangun sebentar... minta wudhu... lalu tertidur lagi. Dan tak bangun.

Arkan menutup ponselnya. Nafasnya tertahan. Hatinya seperti diremas. Ia hanya mampu menatap sajadah di depannya, tempat Hana sering duduk ketika ikut halaqah.

Air matanya tak bisa dibendung.

Hari itu, seluruh anggota komunitas Pejuang Subuh menghadiri pemakaman Hana. Ratusan orang mengiringinya — bukan hanya karena kematiannya, tapi karena kehidupannya. Hana kecil yang tak pernah absen Subuh. Yang datang bahkan saat hujan, saat dingin, saat tubuhnya lemah.

Ibunya berdiri di sisi jenazah, memeluk kain kafan Hana seperti tak ingin melepaskan.

“Dia selalu bilang, ingin mati dalam keadaan suci. Dalam Subuh. Allah kabulkan,” bisik ibunya lirih kepada Arkan.

Arkan mengangguk, tangis tak bisa disembunyikan.

Setelah pemakaman, Arkan duduk sendirian di pojok masjid. Langit mendung. Hatinya pun begitu.

Namun ia tahu, kesedihan ini bukan tanda kehilangan.
Tapi tanda bahwa yang pergi telah benar-benar menyentuh hati

BERSAMBUNG....

Tidak ada komentar untuk "PEJUANG SUBUH, Bab 17: Kepergian Hana"