PEJUANG SUBUH, Bab 18: Surat Wasiat Hana
Bab 18: Surat Wasiat Hana
"Apabila anak Adam wafat, terputuslah amalannya kecuali tiga:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak shalih."
(HR. Muslim)
Beberapa
hari setelah kepergian Hana, ibunya datang ke masjid membawa kotak kecil berisi
barang-barang milik Hana.
“Dia
titipkan ini untuk kalian,” ujarnya kepada Arkan dan Ayyub.
Di
dalam kotak itu ada mushaf mungil, beberapa coretan hafalan surat pendek,
dan... sepucuk surat yang dilipat rapi. Di sudutnya tertulis:
Untuk Kak Arkan dan Kak Ayyub — dibuka setelah Hana pergi.
Dengan
tangan gemetar, Arkan membacanya perlahan:
Assalamu’alaikum, Kakak-kakakku...
Kalau surat ini dibaca, berarti Allah sudah panggil Hana. Tapi
Kakak jangan sedih ya. Hana gak sedih kok. Karena Hana pernah dengar, kalau
orang yang wafat dalam keadaan bersuci, insya Allah dibangkitkan dalam keadaan
suci juga.
Kak Arkan, Kak Ayyub... jangan biarkan Pejuang Subuh berhenti.
Jangan biarkan masjid kosong lagi. Ajak anak-anak lain, walau mereka malas.
Walau mereka cuek. Walau cuma satu orang yang dengar, teruslah bicara.
Karena Kakak pernah bilang, Subuh itu waktu yang paling jujur. Dan
Hana yakin... Allah akan jaga Kakak-kakak semua.
Doain Hana ya, biar tenang. Dan semoga nanti kita ketemu lagi. Di
Subuh yang paling indah... di surga.
Surat
itu dibacakan oleh Arkan di depan seluruh komunitas. Tak ada satu pun dari
mereka yang tak meneteskan air mata.
Setelahnya,
Ayyub berdiri dan berkata:
“Hari
ini, Pejuang Subuh bukan sekadar komunitas. Ini amanah. Ini janji yang harus
kita tepati, kepada seorang anak kecil... yang lebih dewasa dalam iman dari
banyak orang dewasa.”
Mereka
memutuskan untuk membangun sudut khusus di masjid:
📚 Pojok
Hana — tempat anak-anak bisa membaca, belajar Qur’an, dan belajar
tentang shalat Subuh.
Dan
di sana, terpajang surat Hana dalam bingkai kayu sederhana, di bawah tulisan:
Tidak ada komentar untuk "PEJUANG SUBUH, Bab 18: Surat Wasiat Hana"
Posting Komentar