PEJUANG SUBUH, BAB 12: Surat Untuk Hana

 

Bab 12: Surat untuk Hana

"Tidak ada musibah yang menimpa seorang Muslim, melainkan Allah menghapuskan dosanya dengan musibah itu."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Beberapa hari setelah Arkan bangkit dari kejatuhannya, kabar menyentuh datang dari rumah Hana. Gadis kecil itu dirawat di rumah sakit kota. Penyakit jantung yang selama ini diam-diam ia derita mulai melemahkan tubuh kecilnya.

Ayyub menerima kabar itu lebih dulu, lalu mengajak Arkan menjenguk.

Ketika mereka sampai di rumah sakit, Hana sedang tidur. Wajahnya pucat, napasnya pelan, namun masih membawa keteduhan yang sama. Di atas meja kecil di samping tempat tidur, mushafnya tetap terbuka.

Ibunya menyambut mereka dengan senyum tipis, lalu menitipkan amplop kecil.
"Hana menulis ini beberapa malam lalu. Katanya, kalau ia makin lemah, tolong kasih ke Kak Arkan."

Arkan menggenggam amplop itu. Tangannya gemetar saat membukanya. Isinya adalah secarik kertas kecil, dengan tulisan tangan kecil tapi rapi.

Kak Arkan...
Kalau Kakak baca ini, mungkin aku lagi nggak bisa ke masjid. Tapi aku tetap dengar azan dari hati. Kak Arkan jangan berhenti jadi Pejuang Subuh ya. Walau aku gak bisa lari-lari lagi ke masjid... Kakak tetap lari. Untuk kita semua.

Kakak selalu bilang, Subuh itu panggilan. Aku percaya. Dan kalau aku udah gak bisa jawab panggilan itu, aku harap Allah izinkan aku jadi alasan Kakak tetap bangkit.

Tangan Arkan gemetar. Air matanya jatuh ke kertas surat. Ia menatap Hana yang masih tertidur, lalu menunduk dalam-dalam.

“Hana... kamu bukan hanya cahaya kecil,” bisiknya, “kamu adalah pelita kami semua.”

Sebelum mereka pulang, Arkan membisikkan ke telinga Hana:
"Aku janji, akan terus jadi pejuang. Untuk Subuh. Untuk diriku. Untukmu."

Dan hari itu, ia pulang dengan dada berat. Tapi di balik itu, ada semangat yang kembali menyala. Sebuah surat kecil dari seorang anak — telah membangunkan jiwa besar yang hampir kembali tertidur.


Tidak ada komentar untuk "PEJUANG SUBUH, BAB 12: Surat Untuk Hana"