PEJUANG SUBUH, BAB 11 : Jatuh dan Bangkit

 

Bab 11: Jatuh dan Bangkit

"Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah."
(QS. Az-Zumar: 53)

Pekan itu menjadi masa paling gelap dalam perjalanan Arkan. Entah bagaimana, semuanya terasa berat kembali. Alarm pagi yang biasanya membangunkannya terasa makin jauh. Waktu terasa kabur. Dan Subuh — ibadah yang dulu menjadi pusat hidupnya — kini kembali ia lewatkan... dua kali berturut-turut.

Malam itu, ia duduk diam di kamarnya. Tak ada gim. Tak ada suara musik. Hanya dirinya dan rasa bersalah yang menggantung di dada.

"Kenapa aku lemah lagi?" bisiknya.
"Apa aku hanya kuat saat ramai? Apakah aku hanya setia saat ada yang menyemangati?"

Ia menggulung sajadah yang sejak kemarin tak tersentuh, lalu menatap mushaf kecil pemberian Ayyub. Dulu, halaman itu terbuka tiap pagi. Kini mulai berdebu.

Pikiran Arkan berkecamuk. Ia mulai merasa gagal. Misi yang ia bangun, komunitas yang ia rawat, semangat yang ia kobarkan — semuanya seperti runtuh kembali.

Namun di tengah kegelisahan itu, ia ingat sesuatu. Sebuah surat kecil yang dulu ia simpan di dalam Qur’an. Surat itu tulisan tangan ibunya, berisi doa:
"Ya Allah, jika anakku jatuh, tolong angkat ia. Jika lelah, beri kekuatan. Jika ragu, teguhkan."

Air matanya menetes. Ia meraih sajadah. Perlahan, ia sujud. Untuk pertama kalinya setelah dua Subuh ia lewatkan, ia menangis dalam sujud panjang.

"Ya Allah... aku datang lagi. Meskipun jatuh. Tapi aku tak ingin pergi dari-Mu."

Dan malam itu, dengan wajah basah oleh air mata, Arkan bertekad:
"Tak peduli seberapa sering aku jatuh. Aku akan bangkit, selama Engkau tetap menerima aku."

Tidak ada komentar untuk "PEJUANG SUBUH, BAB 11 : Jatuh dan Bangkit"