CINTA DALAM DILEMA, BAG. 7

 Bab 7: Diskusi dengan Ibrahim

 

Pagi itu, Rizki merasa tertekan. Setiap detik terasa lebih berat, dan beban di pundaknya semakin menumpuk. Ia tahu ia perlu berbicara dengan seseorang yang bisa memberinya perspektif. Tanpa ragu, ia menghubungi sahabatnya, Ibrahim, yang selalu menjadi tempat curhat dan sumber kebijaksanaan.

 

“Hey, Ibrahim. Bisa ketemu? Aku butuh bicara,” kata Rizki saat mengangkat telepon.

 

“Pasti. Di mana? Kita bisa ke kafe biasa,” jawab Ibrahim dengan semangat.

 

Setelah menentukan tempat, Rizki pergi ke kafe yang mereka sering kunjungi. Suasana hangat dan aroma kopi yang menggoda sedikit mengurangi rasa cemasnya. Saat Ibrahim tiba, Rizki langsung merasa lega. Mereka saling menyapa, dan Rizki bisa melihat keceriaan di wajah sahabatnya.

 

“Mau pesan apa? Kopi seperti biasa?” tanya Ibrahim, dan Rizki mengangguk.

 

Setelah beberapa menit menunggu pesanan mereka, Ibrahim memulai percakapan. “Oke, apa yang mengganggu pikiranmu, Rizki? Kau tampak serius.”

 

Rizki menghela napas, menatap cangkir kopinya. “Aku sedang menghadapi dilema besar. Sofia dan Aisha… aku merasa terjebak di tengah perasaan ini,” katanya pelan, mencoba merangkai kata-kata.

 

Ibrahim mengangguk, memberikan perhatian penuh. “Ceritakan lebih lanjut. Apa yang sebenarnya terjadi?”

 

Rizki mulai menceritakan bagaimana perasaannya terhadap Aisha tumbuh meskipun ia sudah menikah dengan Sofia. Ia menjelaskan betapa menyedihkannya perasaan itu, dan bagaimana ia berusaha untuk jujur kepada Sofia tentang semua yang terjadi. “Tapi sekarang, semuanya terasa kacau. Aku tidak ingin menyakiti Sofia, tetapi perasaan ini tidak bisa diabaikan,” tambah Rizki, suaranya penuh kebingungan.

 

Ibrahim mendengarkan dengan seksama, kadang-kadang mengangguk sebagai tanda mengerti. “Aku bisa membayangkan betapa sulitnya situasi ini. Tapi, Rizki, apa kau sudah mempertimbangkan dampaknya bagi keduanya? Cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tanggung jawab,” ujarnya bijak.

 

“Ya, aku tahu. Aku merasa sangat bersalah, terutama pada Sofia. Dia tidak pantas mendapatkan ini. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku terhadap Aisha,” Rizki mengungkapkan, merasa semakin tertekan.

 

Ibrahim menyandarkan punggungnya pada kursi. “Cinta memang rumit, Rizki. Tapi kau harus ingat bahwa dalam Islam, pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang komitmen. Coba pikirkan tentang masa depan. Jika kau memilih satu dari mereka, apa yang akan terjadi dengan yang lain?”

 

Rizki merasa terjepit. Ia mengerti apa yang Ibrahim katakan, tetapi hatinya sulit untuk mendengar. “Aku tidak ingin kehilangan Sofia. Dia adalah segalanya bagiku. Tapi di sisi lain, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.”

 

“Berbicara tentang perasaan itu penting, tetapi kau juga harus memberi waktu bagi dirimu untuk merenung. Apakah perasaanmu terhadap Aisha benar-benar cinta, ataukah hanya sebuah ketertarikan yang muncul karena ketidakpuasan dalam pernikahanmu?” tanya Ibrahim.

 

Pertanyaan itu membuat Rizki terdiam sejenak. Ia merenungkan kembali perasaannya. Apakah ketertarikan itu muncul karena kekurangan yang ia rasakan dalam hubungannya dengan Sofia? “Aku tidak tahu, Ibrahim. Mungkin ada sedikit kebenaran dalam apa yang kau katakan. Tapi aku juga merasa nyaman dan bahagia saat bersama Aisha.”

 

Ibrahim tersenyum, mengerti. “Itu hal yang wajar. Namun, penting untuk membedakan antara cinta sejati dan ketertarikan sesaat. Cinta sejati tumbuh dari saling pengertian, bukan hanya dari momen-momen bahagia,” ujarnya.

 

Rizki merasa beban di bahunya semakin berat. “Lalu, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin menyakiti Sofia, tetapi aku juga tidak ingin hidup dalam kepura-puraan. Aku merasa terjebak,” keluhnya.

 

“Ide yang baik adalah mengambil waktu untuk merenung dan berdoa. Mungkin kau bisa meminta petunjuk dari Tuhan. Selain itu, jangan ragu untuk berbicara dengan Sofia tentang apa yang kau rasakan. Kejujuran adalah kunci dalam hubungan,” Ibrahim menyarankan.

 

Rizki mengangguk, merasakan sedikit kelegaan. “Aku sudah berbicara dengannya, tetapi itu terasa sulit. Dia sangat terluka. Aku tidak ingin membuatnya merasa lebih sakit,” katanya, dengan nada penuh rasa bersalah.

 

“Rizki, cinta juga berarti berani mengambil risiko. Terkadang, kita harus siap untuk menghadapi kenyataan yang menyakitkan demi kebaikan bersama. Jika kau terus menyembunyikan perasaanmu, itu hanya akan membuat semuanya semakin rumit,” Ibrahim menegaskan.

 

Percakapan mereka berlanjut, dengan Ibrahim memberikan dukungan dan perspektif yang membantu Rizki memahami situasinya lebih baik. Rizki merasa beruntung memiliki sahabat seperti Ibrahim, seseorang yang tidak hanya mendengarkan, tetapi juga memberikan nasihat yang bijaksana.

 

Setelah beberapa jam berbincang, Rizki mulai merasa lebih tenang. Ia menyadari bahwa, meskipun situasi ini sulit, ia harus mengambil langkah-langkah yang benar demi dirinya dan kedua wanita yang ia cintai. Dalam hati, ia berdoa agar diberikan kekuatan untuk menghadapi ujian ini.

 

Saat mereka berpisah, Rizki merasa bersemangat untuk mencoba melakukan yang terbaik. Ia bertekad untuk berbicara dengan Sofia lagi, menjelaskan perasaannya dengan lebih jelas dan jujur. Ibrahim memberikan pelukan hangat sebelum mereka berpisah, dan Rizki merasa energinya pulih.

 

Di jalan pulang, Rizki merenungkan kata-kata Ibrahim. Ia tahu bahwa apapun keputusan yang akan diambil, ia harus melakukannya dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran. Sebuah pemikiran muncul dalam benaknya: mungkin ini adalah kesempatan untuk tumbuh dan memahami arti cinta yang sejati.

 

Setiba di rumah, Rizki merasa sedikit lebih optimis. Ia tahu bahwa tantangan yang ada di depan tidak akan mudah, tetapi ia berkomitmen untuk menghadapi semuanya dengan keberanian dan kejujuran. Ketika ia melihat Sofia yang sedang duduk di ruang tamu, ia merasakan rasa cinta yang mendalam. Ia harus melangkah, meskipun jalan ini mungkin akan menyakitkan.

 

“Besok,” gumam Rizki pada dirinya sendiri, “aku akan berbicara dengan Sofia dan mencari jalan terbaik untuk kita semua.” Dengan tekad yang baru, ia berusaha mempersiapkan dirinya untuk menghadapi ujian yang sesungguhnya.


bersambung......

Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, BAG. 7"