CINTA DALAM DILEMA, BAG. 25

 Bab 25: Hati yang Terluka

 

Sofia merasa dunia di sekelilingnya berputar semakin lambat setelah pertemuan dengan Rizki. Rasa sakit di hatinya seperti belati yang menusuk, menyisakan bekas yang dalam. Ia mencoba untuk mengabaikan perasaannya, tetapi setiap kali memikirkan Rizki, air mata tak dapat ditahan. Rasa sakit itu bukan hanya karena kehilangan cintanya, tetapi juga karena ketidakpastian yang menggelayuti hidupnya.

 

Setiap hari, Sofia berusaha tersenyum di depan teman-temannya, tetapi senyumnya semakin jarang muncul. Di dalam dirinya, ia merasa hampa. Ia mencari pelarian dalam kesibukan, berusaha membenamkan diri dalam tugas kuliah dan kegiatan sosial. Namun, saat malam menjelang dan kesunyian menyelimuti, semua rasa sakit itu kembali muncul ke permukaan.

 

Suatu malam, setelah menghadiri acara kampus yang seharusnya menyenangkan, Sofia pulang dengan perasaan kosong. Dalam perjalanan, ia melihat bulan yang bersinar cerah. Melihat keindahan itu, ingatannya melayang pada momen-momen bahagia bersama Rizki—ketika mereka tertawa, berbagi mimpi, dan saling mendukung. Air mata kembali mengalir di pipinya.

 

Di dalam hatinya, Sofia merasa Allah sedang mengujinya. Ia ingat ajaran yang pernah didapatkan dari Ustaz Hasan tentang kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi cobaan. Dalam hatinya, ia merasakan panggilan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia tahu bahwa hanya dengan kembali kepada-Nya, ia bisa menemukan ketenangan.

 

Sofia memutuskan untuk mengunjungi masjid dekat rumah. Ia merasa ragu, tetapi dorongan dari dalam hatinya semakin kuat. Setiba di masjid, aroma wangi karpet dan kesunyian yang damai membuatnya merasa nyaman. Ia duduk di sudut ruangan, merasakan ketenangan yang mulai mengalir ke dalam dirinya.

 

Setelah shalat sunnah, Sofia mengangkat kedua tangannya dan berdoa dengan sepenuh hati. “Ya Allah, hatiku terluka. Aku merasa terpuruk dalam kesedihan ini. Tolonglah aku untuk menemukan jalan keluar dari semua ini. Aku berusaha ikhlas, tetapi sulit sekali.”

 

Doanya disertai dengan isak tangis. Ia merasa lelah menahan semua perasaannya sendiri. Sofia ingin berbagi segala kegundahan dan kesedihannya kepada Allah, karena hanya Dia yang bisa memahami isi hatinya yang terdalam.

 

Sofia kemudian teringat pada beberapa ayat Al-Qur'an yang menyatakan bahwa Allah dekat dengan hamba-Nya. Di saat-saat terpuruk, ia merasakan kedekatan itu, seolah Allah mengulurkan tangan-Nya untuk mengangkat beban di hati yang terlukanya. Dalam keheningan, Sofia membuka Al-Qur'an yang selalu dibawanya. Ia mencari ayat yang bisa memberikan petunjuk dan ketenangan.

 

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87). Ayat ini membuatnya tertegun. Sofia menyadari bahwa harapan itu masih ada, dan ia harus percaya bahwa Allah akan memberikan jalan keluar dari segala kesedihan.

 

Sejak saat itu, Sofia berusaha untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ia mulai membaca Al-Qur'an secara rutin, mengikuti kajian, dan terlibat dalam kegiatan sosial di masjid. Dalam setiap aktivitas tersebut, ia merasakan ketenangan dan kebahagiaan yang perlahan mengisi kekosongan di hatinya. Ia belajar untuk bersyukur atas segala yang ia miliki, meskipun kehilangan Rizki terasa sangat menyakitkan.

 

Di sela-sela kesibukannya, Sofia juga mencari cara untuk menyibukkan pikirannya. Ia mulai menulis jurnal, mencurahkan segala isi hatinya ke dalam tulisan. Setiap halaman menjadi tempat bagi Sofia untuk mengekspresikan rasa sedih, marah, dan harapannya. Dalam proses menulis, ia merasa seolah-olah mengobrol dengan dirinya sendiri dan dengan Allah.

 

Sofia juga menjalin hubungan yang lebih baik dengan teman-teman dan keluarganya. Ia mencoba untuk tidak terpuruk dalam kesedihan. Dalam setiap percakapan, ia berusaha untuk berbagi cerita dan senyuman, meskipun hatinya masih menyimpan rasa sakit. Ia menyadari bahwa hidup harus terus berjalan, dan ia ingin menjadi pribadi yang lebih kuat.

 

Suatu hari, saat mengikuti kajian di masjid, Sofia mendengarkan seorang ustaz yang menjelaskan tentang pentingnya ikhlas dan tawakkal. “Allah tidak akan memberikan ujian yang tidak bisa ditanggung oleh hamba-Nya. Ketika kita merasa terpuruk, ingatlah bahwa itu adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar,” ujarnya. Kata-kata itu menyentuh hati Sofia. Ia mulai memahami bahwa setiap luka yang ia rasakan adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus ia jalani.

 

“Ya Allah, aku berusaha untuk ikhlas,” Sofia berdoa setelah kajian usai. “Berikan aku kekuatan untuk melanjutkan hidup, meskipun hatiku masih terluka.”

 

Seiring berjalannya waktu, Sofia merasakan perubahan dalam dirinya. Ia mulai bisa tersenyum kembali, meskipun tidak sepenuhnya melupakan Rizki. Kenangan indah yang pernah ada tetap tersimpan di dalam hati, tetapi ia berusaha untuk tidak membiarkannya menghantui langkahnya. Sofia ingin melanjutkan hidup dengan lebih bermakna.

 

Ia juga mulai aktif dalam kegiatan sosial, membantu anak-anak kurang mampu di lingkungan sekitar. Melihat senyum mereka membuatnya merasa lebih bahagia. Sofia menyadari bahwa dengan memberi, ia bisa mendapatkan kembali sebagian dari kebahagiaan yang hilang. Setiap kali ia melihat keceriaan anak-anak, hatinya terasa lebih ringan.

 

Namun, di saat-saat tertentu, bayangan Rizki masih muncul. Ia sering bertanya-tanya bagaimana kabar Rizki dan apakah ia baik-baik saja. Meskipun perasaannya telah berkurang, rasa peduli itu masih ada. Sofia belajar untuk menghormati perasaannya sendiri, tetapi ia tidak ingin membiarkan perasaan itu menguasai hidupnya.

 

Suatu malam, setelah beraktivitas seharian, Sofia duduk di balkon rumahnya. Ia melihat bintang-bintang di langit yang cerah dan merenung. “Ya Allah, terima kasih atas segala nikmat yang Kau berikan. Meskipun hatiku terluka, aku berusaha untuk terus melangkah. Tunjukkan aku jalan yang Kau ridhoi,” ujarnya sambil mengangkat tangan, berdoa dengan tulus.

 

Dalam keheningan malam, Sofia merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia mulai menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang cinta yang hilang, tetapi juga tentang perjalanan menuju kebaikan dan menemukan makna dalam setiap pengalaman.

 

Dengan hati yang semakin terbuka, Sofia bertekad untuk terus mendekatkan diri kepada Allah. Ia ingin menjadi pribadi yang lebih baik, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya. Dalam perjalanan ini, ia yakin bahwa Allah akan selalu ada, menuntun dan memberikan petunjuk di setiap langkahnya.

 

Hati yang terluka bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan baru yang penuh harapan. Sofia berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap kuat, berusaha ikhlas, dan terus mencari cahaya dalam kegelapan. Dalam kesedihan ini, ia menemukan kekuatan yang baru, dan berusaha untuk terus melangkah, menantang masa depan dengan semangat baru.



Bersambung...

Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, BAG. 25"