CINTA DALAM DILEMA, BAG 22

 Bab 22: Pengorbanan Aisha

 

Aisha duduk di bangku taman yang biasanya sepi, memandang sekeliling dengan pikiran yang penuh gelisah. Setelah beberapa minggu berinteraksi dengan Rizki, ia mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kemanapun mereka pergi, ada rasa canggung yang tak bisa disembunyikan. Aisha tahu bahwa Rizki terjebak dalam situasi yang sulit antara dirinya dan Sofia. Namun, cinta Aisha pada Rizki tidak bisa dipungkiri, meskipun dia juga sangat menghargai hubungan Rizki dengan Sofia.

 

Hari itu, Aisha memutuskan untuk berbicara dengan sahabatnya, Rina. Mereka sudah bersahabat sejak kecil, dan Rina selalu menjadi tempat curahan hati yang baik. Ketika Aisha menceritakan semua yang terjadi, Rina hanya mendengarkan dengan seksama.

 

“Aku merasa seperti menjadi penghalang antara Rizki dan Sofia,” ucap Aisha, suara pelan. “Dia terlihat tidak bahagia, dan aku tahu dia berjuang untuk membuat keputusan yang tepat.”

 

Rina mengangguk, memikirkan kata-kata Aisha. “Tapi kau juga berhak untuk bahagia, Aisha. Kau mencintainya, dan itu tidak salah. Namun, kau juga harus mempertimbangkan perasaan Sofia.”

 

Aisha terdiam, meresapi nasihat sahabatnya. “Aku tahu. Tapi jika Rizki tidak bisa memilih, apakah aku harus mundur? Apa aku harus mengorbankan perasaanku demi kebahagiaan mereka?” tanya Aisha, dengan air mata di pelupuk matanya.

 

Rina menepuk punggung Aisha. “Cinta yang tulus sering kali melibatkan pengorbanan. Terkadang, melepaskan adalah tindakan terindah yang bisa kita lakukan untuk orang yang kita cintai.”

 

Kata-kata Rina menggugah kesadaran Aisha. Ia tahu bahwa pengorbanan itu bukan berarti ia tidak mencintai Rizki, tetapi justru menunjukkan betapa besar cintanya. Jika kehadirannya justru membuat Rizki semakin tertekan, mungkin inilah saatnya untuk mengambil langkah yang berani.

 

Setelah pertemuan itu, Aisha merasa lebih tenang, meski hatinya masih bergejolak. Ia memutuskan untuk bertemu dengan Rizki dan berbicara tentang perasaannya. Suatu sore, mereka bertemu di taman yang sama di mana Aisha sering berdoa dan merenung.

 

Saat Rizki tiba, Aisha dapat melihat ada keraguan di wajahnya. “Aisha, ada yang ingin kau bicarakan?” tanyanya, suaranya penuh kehati-hatian.

 

“Ya, Rizki. Aku ingin kita jujur satu sama lain. Aku tahu kau sedang menghadapi situasi yang sulit, dan aku tidak ingin menambah bebanmu,” Aisha mulai, berusaha mengontrol suaranya agar tidak bergetar.

 

“Aku…” Rizki terlihat ragu, tetapi Aisha melanjutkan, “Kau tahu aku mencintaimu, kan? Tetapi jika kehadiranku membuatmu merasa tertekan, jika itu berarti kau harus memilih antara aku dan Sofia, aku akan mundur.”

 

Rizki tertegun, matanya melebar mendengar pernyataan Aisha. “Aisha, itu bukan yang aku inginkan. Aku tidak ingin kau merasa tertekan. Aku juga mencintaimu, tetapi situasi ini sangat rumit,” jawabnya, suaranya mulai bergetar.

 

“Aku tahu, dan itulah sebabnya aku ingin membuat keputusan yang baik. Jika dengan menjauh, itu bisa membantumu menemukan kebahagiaanmu dengan Sofia, aku siap melakukannya,” Aisha menegaskan, berusaha menguatkan diri.

 

“Aku tidak ingin kehilanganmu,” Rizki berusaha memprotes, tetapi Aisha mengangkat tangan, meminta Rizki untuk mendengarkannya.

 

“Kau tidak akan kehilangan semua tentangku. Aku akan tetap ada untukmu, tetapi mungkin dari jauh. Aku ingin kau bahagia, Rizki. Dan jika Sofia adalah orang yang bisa membuatmu bahagia, maka aku tidak bisa egois,” ucap Aisha, air mata mulai menetes dari sudut matanya.

 

Rizki merasa hatinya hancur mendengar keputusan Aisha. “Tapi aku tidak bisa hanya mengabaikan perasaan kita,” ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

 

“Ini bukan tentang mengabaikan. Ini tentang memberi kesempatan pada cinta yang lebih kuat, bahkan jika itu berarti kita harus berpisah untuk sementara. Cinta sejati kadang-kadang berarti melepaskan,” Aisha berkata, suaranya lembut namun tegas.

 

Setelah beberapa saat terdiam, Rizki mengangguk, tetapi rasa sakit di wajahnya menunjukkan bahwa ia merasa hancur. “Aku tidak ingin ini terjadi,” katanya, suaranya terputus-putus.

 

“Rizki, kita bisa berteman. Kita bisa saling mendukung dalam perjalanan masing-masing. Aku tidak ingin perasaan kita menjadi beban,” Aisha mengusulkan, mencoba membuat situasi ini sedikit lebih mudah.

 

Mendengar kata-kata itu, Rizki merasakan harapan dan kesedihan bersamaan. “Kau adalah orang yang luar biasa, Aisha. Aku beruntung pernah mengenalmu,” ia menjawab, suaranya penuh emosi.

 

Mereka berdua terdiam sejenak, merasakan kedalaman perasaan yang mereka miliki satu sama lain. Aisha tahu bahwa keputusan ini akan sulit, tetapi ia merasa ini adalah langkah yang benar. Ia ingin memberikan ruang bagi Rizki untuk menemukan jalan hidupnya.

 

“Aku akan selalu menghargaimu, Rizki. Apapun yang terjadi, kau akan selalu memiliki tempat spesial di hatiku,” Aisha berusaha tersenyum meskipun hatinya terasa berat.

 

Setelah pertemuan itu, Aisha merasa sedikit lebih ringan meskipun kesedihan masih menggelayuti hatinya. Ia pulang dengan keyakinan bahwa cinta sejati tidak selalu tentang memiliki; kadang, cinta berarti memberi.

 

Selama beberapa minggu berikutnya, Aisha berusaha fokus pada dirinya sendiri. Ia kembali pada hobinya, berusaha mengalihkan perhatian dari kerinduan yang mendalam. Ia menghabiskan lebih banyak waktu dengan Rina, mengejar impian dan tujuan hidupnya. Namun, meski tampaknya ia baik-baik saja di luar, di dalam hatinya, rasa sakit akan kehilangan Rizki tetap ada.

 

Di sisi lain, Rizki merasa berjuang dengan keputusan yang telah dibuat. Kehilangan Aisha membuatnya merasakan kekosongan yang tidak bisa diisi. Ia berusaha untuk tidak menghubungi Aisha, meski hatinya berontak ingin mendengar suaranya.

 

Malam-malam terasa panjang tanpa kehadiran Aisha. Ia teringat semua momen indah yang mereka lalui bersama, tawa dan obrolan santai di taman. Dalam hati, ia juga merasa bersalah kepada Sofia, yang ia tahu sudah berjuang dengan perasaannya sendiri.

 

Satu malam, saat Rizki duduk sendirian di kamarnya, ia merasa terjebak dalam pikiran. “Apakah ini yang terbaik untuk semua orang?” pikirnya. Ia menyadari bahwa Aisha melakukan pengorbanan yang luar biasa demi kebahagiaan mereka berdua.

 

Rizki tahu bahwa keputusan ini tidak hanya akan memengaruhi dirinya, tetapi juga Aisha dan Sofia. Ia harus mengambil langkah berani untuk menjelaskan situasi ini kepada Sofia, agar semua bisa mendapatkan kejelasan. Meskipun berat, ia ingin menghargai pengorbanan Aisha dengan tidak mengabaikan perasaannya sendiri.

 

Aisha menyadari bahwa meski ia tidak memiliki Rizki, ia tetap mencintainya dengan tulus. Dengan keputusan untuk menjauh, ia berharap dapat memberikan kesempatan bagi mereka semua untuk menemukan kebahagiaan yang sejati. Cinta, dalam bentuk yang paling murni, kadang-kadang harus mengorbankan diri demi orang yang kita cintai. Aisha bersiap untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti, tetapi dengan keyakinan bahwa ia telah melakukan hal yang benar.


Bersambung...

Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, BAG 22"