CINTA DALAM DILEMA, BAG. 19
Bab 19: Perasaan Tertekan
Hari-hari berlalu,
tetapi perasaan tertekan Rizki semakin menumpuk. Ia merasa seolah terjebak
dalam labirin emosional yang tak berujung, dan setiap langkah yang diambil
semakin menambah bebannya. Dengan pikiran yang terus berputar tentang Sofia dan
Aisha, ia merasa kehilangan arah dan tujuan.
Di suatu sore yang
kelabu, Rizki duduk sendirian di taman dekat rumahnya. Suara tawa anak-anak
yang bermain dan angin sepoi-sepoi seolah menjadi kontras dengan kegundahan
yang mengisi benaknya. Ia mengamati sekeliling, tetapi pandangannya kosong.
Dalam pikirannya, bayangan wajah Sofia dan Aisha bergantian muncul, seolah-olah
saling berkompetisi untuk mendapatkan perhatiannya.
“Apa yang harus aku
lakukan?” gumamnya pelan, menggaruk-garuk kepalanya yang terasa berat. Setiap
kali ia berpikir untuk berbicara dengan salah satu dari mereka, ketakutan akan reaksi
yang mungkin terjadi selalu menghantui pikirannya.
Di satu sisi, ada
Sofia yang selalu setia menunggu, berjuang untuk memahami perasaannya. Di sisi
lain, ada Aisha yang mencintainya dengan tulus, berusaha membuktikan bahwa
cinta mereka dapat bertahan meskipun di tengah kerumitan. Kedua perempuan itu
memiliki tempat yang istimewa di hati Rizki, tetapi perasaannya sendiri terasa
begitu membingungkan.
Di tengah
keputusasaannya, Rizki mengeluarkan ponselnya dan melihat pesan-pesan dari
Aisha dan Sofia. Beberapa pesan dari Aisha penuh semangat, menanyakan kabarnya
dan mengajak bertemu untuk melakukan aktivitas bersama. Sedangkan pesan dari
Sofia lebih tenang, penuh pengertian, dan terkadang menyentuh perasaannya. “Aku
di sini untukmu,” tulis Sofia dalam salah satu pesan terakhirnya.
Membaca pesan-pesan
itu, Rizki merasa semakin tersiksa. Ia tahu bahwa kedua perempuan ini sangat
mencintainya, tetapi ia tidak ingin mengecewakan salah satu dari mereka.
Ketidakpastian ini membuatnya merasa semakin tertekan. Dalam beberapa minggu
terakhir, ia merasa tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya selalu dipenuhi
oleh keraguan dan ketakutan.
“Apa yang salah dengan
diriku?” tanyanya pada diri sendiri. “Kenapa aku tidak bisa membuat keputusan
yang tepat?” Ia menyandarkan kepalanya di telapak tangan, berusaha meredakan
rasa sakit yang mengganggu. Semua orang di sekitarnya tampak hidup dan bahagia,
sementara ia terperangkap dalam kebingungan yang tak berujung.
Di tengah
ketidakpastian ini, Rizki teringat pada nasihat Ibrahim. “Komitmen adalah
kunci. Cinta yang tulus membutuhkan keberanian,” kata Ibrahim. Meskipun
kata-kata itu terasa menenangkan, Rizki masih merasakan beban yang sangat
berat. Ia merasa tidak siap untuk mengambil keputusan besar itu.
Dengan perasaan tertekan,
Rizki memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar taman. Setiap langkah yang
diambilnya terasa berat, seolah ada beban besar yang menggantung di pundaknya.
Ia melihat sekelompok teman yang tertawa dan berbagi cerita, dan hatinya terasa
perih. Kenapa ia tidak bisa merasakan kebahagiaan yang sama?
Saat duduk di bangku
taman, Rizki memandangi langit yang mulai gelap. Hujan gerimis mulai turun,
menambah kesedihan di dalam hatinya. Dalam momen seperti ini, ia merasa
kesepian, meskipun dikelilingi oleh banyak orang. Ia merindukan ketenangan,
merindukan saat-saat di mana ia bisa menikmati hidup tanpa tekanan.
Saat pikirannya
berputar, ia teringat pada kenangan indah saat bersama Sofia dan Aisha. Tawa,
candaan, dan momen-momen kecil yang penuh arti seolah menjadi bayangan yang
mengganggu. Ia merasa seperti mengkhianati salah satu dari mereka dengan terus
berlama-lama dalam kebingungan ini.
Ketika hujan semakin
deras, Rizki memutuskan untuk pulang. Setiap langkah terasa lebih berat dari
sebelumnya. Di dalam rumah, ia mencoba beristirahat, tetapi pikirannya terus
berputar. Di atas ranjangnya, ia merenung, merenungkan pilihan yang harus
diambil dan perasaan yang harus dipilih.
Di tengah keheningan
malam, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari Aisha muncul di layar. “Rizki, aku
merindukanmu. Mari kita bertemu besok, aku ingin bicara tentang kita.” Membaca
pesan itu, hati Rizki terasa teriris. Ia tahu Aisha ingin menyampaikan sesuatu
yang penting, tetapi ia juga tahu bahwa ini adalah momen yang mungkin akan menentukan
arah hubungan mereka.
Dengan rasa cemas,
Rizki membalas pesan Aisha. “Tentu, Aisha. Aku juga ingin bertemu. Kita perlu
bicara.” Setelah mengirim pesan itu, Rizki merasakan beban di pundaknya sedikit
berkurang. Setidaknya, ia tahu bahwa ia harus mengambil langkah untuk mengatasi
ketidakpastian ini.
Keesokan harinya,
Rizki bersiap-siap untuk bertemu Aisha. Ia berusaha menenangkan diri, meskipun
jantungnya berdegup kencang. Ketika ia tiba di kafe tempat mereka berjanji
untuk bertemu, ia melihat Aisha sudah duduk menunggu dengan ekspresi harap.
“Rizki, terima kasih
sudah datang,” Aisha menyapa, senyumnya menambah ketegangan yang sudah ada.
Rizki merasa kesal pada dirinya sendiri karena merasa tidak mampu membalas
senyum itu dengan tulus.
“Aku tahu kita perlu
bicara,” Rizki memulai, suaranya sedikit bergetar. “Aku… aku merasa tertekan
dengan semuanya. Aku tidak ingin menyakitimu atau Sofia.”
Aisha menatapnya
dalam-dalam. “Aku mengerti, Rizki. Cinta itu rumit, dan kita berdua tahu bahwa
hubungan kita tidak mudah. Tetapi aku ingin tahu apa yang kau rasakan. Apa yang
sebenarnya kau inginkan?” tanyanya, suaranya lembut namun tegas.
Rizki terdiam sejenak,
mencari kata-kata yang tepat. “Aku mencintaimu, Aisha. Tapi aku juga merasa
terikat dengan Sofia. Rasanya seperti aku tidak bisa membuat keputusan yang
benar,” jawabnya, suaranya penuh keraguan.
Aisha mengangguk,
tetapi ada kerisauan di matanya. “Aku ingin kau tahu, Rizki, aku di sini
untukmu. Tetapi kita tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian. Kau harus
mengambil keputusan. Apa kau lebih memilih untuk bersama seseorang yang
benar-benar mencintaimu, atau terus terjebak dalam situasi ini?” Aisha
bertanya, suaranya tenang namun penuh makna.
Kata-kata Aisha
membuat Rizki merasa terjepit antara rasa cinta dan tanggung jawab. Ia tahu ia
harus mengambil keputusan, tetapi ketakutan untuk menyakiti orang yang
dicintainya membuatnya merasa semakin tertekan. “Aku tidak ingin merusak
hubungan kita, Aisha,” ia menjawab, merasa cemas.
“Jika kita ingin cinta
ini bertahan, kita harus berani mengambil risiko, Rizki. Kita tidak bisa terus
bersembunyi dari perasaan kita,” Aisha menjelaskan, menyentuh tangan Rizki
dengan lembut. Sentuhannya memberi sedikit ketenangan di tengah badai yang
berkecamuk di dalam hati Rizki.
Rizki merasakan
pelukan emosional dalam kata-kata Aisha. Ia tahu bahwa ia harus menghadapi
ketakutan ini dan mengambil langkah berani. Namun, ia juga tahu bahwa jalan
yang harus dilalui tidak akan mudah. Dalam keadaan tertekan ini, satu hal yang
ia yakini adalah bahwa cinta sejati memerlukan keberanian dan kejujuran.
Dengan langkah berani,
Rizki menatap mata Aisha dan berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan
menemukan jalan untuk mengatasi semua kerumitan ini. Ia akan berbicara dengan
Sofia dan jujur tentang perasaannya. Meskipun perasaan tertekan masih
menyelimuti, ia merasa ada harapan untuk menemukan kedamaian di dalam hatinya.
Ketika mereka mengakhiri pertemuan itu, Rizki tahu bahwa keputusan sulit ada di depan, tetapi ia bertekad untuk menghadapi semuanya dengan penuh keberanian. Dalam ketidakpastian ini, ia akan mencari kejelasan, dan berusaha menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari.
Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, BAG. 19"
Posting Komentar