CINTA DALAM DILEMA, BAG. 14

 Bab 14: Ibadah dan Refleksi

 

Setelah percakapan yang menyakitkan dengan Sofia, Rizki merasa beban di pundaknya semakin berat. Dia tahu bahwa hidupnya kini dipenuhi dengan pertanyaan yang tak terjawab dan ketidakpastian. Dalam keadaan seperti ini, Rizki merasakan kebutuhan yang mendalam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia percaya bahwa dengan beribadah dan merenung, ia akan menemukan jalan yang tepat untuk menghadapi situasi yang rumit ini.

 

Hari-hari berikutnya, Rizki memperbanyak ibadahnya. Ia mulai bangun lebih awal untuk shalat subuh dan menghabiskan waktu setelahnya dengan berdoa dan membaca Al-Qur’an. Suasana pagi yang tenang dan sejuk membuatnya merasa damai. Ia duduk di atas karpet sembahyangnya, merenungkan setiap ayat yang dibacanya, berharap agar Allah memberinya petunjuk dalam situasi yang sulit ini.

 

Suatu pagi, saat Rizki membaca Surah Al-Baqarah, ia teringat pada ayat yang berbunyi, *“Dan jika kamu meminta sesuatu, maka mintalah kepada Allah.”* Ayat itu seolah menyentuh hatinya, mengingatkannya akan pentingnya doa dalam menghadapi segala masalah. Rizki menutup mata, berdoa dengan sepenuh hati, meminta bimbingan dan petunjuk dari Allah.

 

“Ya Allah, aku merasa bingung dan terjebak antara cinta dan tanggung jawab. Tunjukkanlah aku jalan yang benar. Lindungilah sahabatku dan beri aku kekuatan untuk menghadapi semua ini,” ucapnya, penuh harap. Air mata menetes di pipinya saat ia merasakan kehadiran-Nya. Dalam momen itu, Rizki merasa ada ketenangan yang mulai mengisi hatinya.

 

Setelah shalat, Rizki mengambil waktu untuk merenung. Ia menyadari bahwa perjalanan hidup ini bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang bagaimana ia memperlakukan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ia mulai menggali lebih dalam tentang nilai-nilai yang diajarkan oleh agamanya—tentang kasih sayang, pengertian, dan kejujuran. Setiap kali ia merenungkan ajaran-ajaran tersebut, Rizki merasa semakin kuat untuk menghadapi tantangan yang ada.

 

Malam harinya, setelah selesai shalat isya, Rizki kembali berdoa. Kali ini, ia berdoa agar Allah memberinya kekuatan untuk berbicara dengan Sofia. Ia tahu bahwa berhadapan langsung dengan perasaannya adalah langkah yang harus diambil, meskipun ia merasa cemas.

 

“Kau telah memberiku cinta, Ya Allah, tetapi aku tidak ingin mencederai persahabatan yang telah terjalin. Bantulah aku untuk menemukan cara yang tepat,” ujarnya, harapannya penuh.

 

Selama minggu itu, Rizki menghabiskan lebih banyak waktu di masjid. Ia mulai mengikuti kajian-kajian agama, mendengarkan ceramah, dan berdiskusi dengan teman-teman yang memiliki pemahaman lebih dalam tentang agama. Dari sana, ia belajar bahwa hidup ini penuh dengan ujian, dan setiap ujian adalah cara Allah untuk menguji keimanan dan keteguhan hati hamba-Nya.

 

Suatu malam, setelah mengikuti kajian, Rizki bertemu dengan seorang ustaz yang bijaksana. Rizki merasa terdorong untuk berbagi masalahnya. “Ustaz, saya sedang dalam keadaan sulit. Saya mencintai dua orang—sahabat dan orang yang saya cintai. Namun, situasi ini membuat saya merasa bersalah. Bagaimana cara saya menghadapinya?” tanyanya dengan penuh keraguan.

 

Ustaz itu menatap Rizki dengan lembut. “Cinta yang tulus tidak akan pernah merugikan orang lain. Cobalah untuk selalu berpegang pada kebaikan dan kejujuran. Doa dan ibadah yang baik akan membantumu menemukan jalan,” ujarnya. “Tanyakan pada dirimu, apakah keputusanmu akan membawa kebaikan bagi semua? Jika tidak, maka pertimbangkanlah kembali langkahmu.”

 

Kata-kata ustaz itu membekas di hati Rizki. Ia menyadari bahwa dalam setiap tindakan, niat dan tujuan adalah hal yang paling penting. Ia bertekad untuk tidak hanya mengejar cinta, tetapi juga menjaga hati dan perasaan orang lain.

 

Hari-hari berlalu, dan Rizki merasa lebih siap untuk menghadapi Sofia. Ia tahu bahwa komunikasi adalah kunci untuk membangun kembali kepercayaan yang mungkin telah retak. Dengan tekad yang bulat, ia merencanakan pertemuan dengan Sofia di tempat yang tenang, di mana mereka bisa berbicara dengan jujur dan terbuka.

 

Ketika hari yang ditentukan tiba, Rizki merasa jantungnya berdegup kencang. Ia pergi ke taman di mana mereka biasa bertemu, berharap dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menyampaikan perasaannya. Saat ia melihat Sofia duduk di bangku, ada rasa campur aduk dalam hatinya—rindu, cemas, dan harapan.

 

“Sofia,” Rizki memulai, suara seraknya terdengar. “Terima kasih sudah datang.”

 

Sofia mengangguk, terlihat sedikit canggung. “Apa yang ingin kau bicarakan?”

 

“Pertama-tama, aku ingin minta maaf. Aku sangat menyesal jika keputusanku membuatmu terluka,” Rizki mengungkapkan, hatinya bergetar. “Aku dan Aisha tidak pernah berniat untuk menyakiti perasaanmu. Kami hanya bingung dan terjebak dalam situasi ini.”

 

Sofia menunduk, menahan air mata. “Aku merasa dikhianati, Rizki. Kenapa kalian tidak memberitahuku lebih awal?” Suara Sofia penuh emosi, dan Rizki merasa hatinya sakit melihatnya seperti itu.

 

“Aku tahu, dan aku tidak punya alasan untuk membenarkan tindakan kami. Kami seharusnya lebih jujur. Aku ingin kita bisa berbicara dan mencari solusi bersama,” Rizki berusaha untuk membuka jalan dialog.

 

Setelah beberapa saat terdiam, Sofia menatap Rizki. “Aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini. Tapi aku ingin kau tahu, aku masih menghargai persahabatan kita.” Suaranya lemah, tetapi ada secercah harapan dalam kata-katanya.

 

“Terima kasih, Sofia. Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi,” jawab Rizki, merasa lega bahwa mereka masih bisa berbicara. Dia tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi setidaknya, mereka telah mengambil langkah pertama menuju pemulihan.

 

Di tengah perjalanan pulang, Rizki merenungkan semua yang telah terjadi. Ia merasa bersyukur karena Allah memberinya kekuatan untuk menghadapi kenyataan. Setiap ibadah dan doa yang dilakukannya membantunya memahami pentingnya kejujuran dan tanggung jawab. Ia bertekad untuk terus memperbaiki diri dan menjaga hubungan yang ada dengan baik.

 

Malam itu, Rizki kembali berdoa, kali ini dengan penuh rasa syukur. “Ya Allah, terima kasih atas bimbingan-Mu. Berilah aku kekuatan untuk terus melakukan yang terbaik dan menjaga orang-orang yang aku cintai.” Ia merasakan kedamaian di dalam hatinya, seolah Allah menghapus semua keraguan dan ketakutan yang selama ini mengganggu pikirannya.

 

Dengan keyakinan baru dan tekad untuk terus beribadah, Rizki melangkah maju, siap menghadapi apa pun yang akan datang. Ia percaya bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah, semua jalan akan terbuka, dan setiap masalah akan menemukan solusi. Dalam hati, ia tahu bahwa perjalanan ini adalah bagian dari takdirnya, dan ia siap menjalaninya dengan penuh keikhlasan.




Bersambung....

Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, BAG. 14"