CINTA DALAM DILEMA, BAG. 10

 Bab 10: Pertemuan Rahasia

 

Malam itu, bulan purnama bersinar cerah, menerangi jalan setapak di taman yang sepi. Rizki berdiri menunggu di bawah pohon besar, jantungnya berdebar tidak karuan. Sejak awal, ia tahu bahwa pertemuan ini berisiko. Namun, perasaannya terhadap Aisha terlalu kuat untuk diabaikan. Mereka telah saling mengenal selama bertahun-tahun, tetapi hubungan mereka baru-baru ini berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam dan lebih rumit.

 

Ketika langkah kaki terdengar mendekat, Rizki berbalik. Aisha muncul dengan senyuman lembut yang mampu menghapus semua keraguan dalam dirinya. Namun, di balik senyumnya, Rizki merasakan gelombang rasa bersalah yang mengganggu. Ia tahu betul bahwa pertemuan ini bisa menyakiti orang lain, terutama Sofia, sahabatnya yang selama ini setia di sampingnya.

 

“Aku takut seseorang melihat kita,” kata Aisha, suaranya berbisik. Ia melirik ke sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mengawasi mereka. Rizki merasakan betapa dalamnya kecemasan Aisha. Dalam beberapa minggu terakhir, mereka telah berusaha untuk menjaga hubungan ini tetap rahasia, tetapi seiring waktu, semakin sulit bagi mereka untuk menahan perasaan masing-masing.

 

“Tenang saja, tidak ada yang di sini,” Rizki berusaha meyakinkan, meski hatinya masih terbelah. Ia mendekati Aisha dan meraih tangannya, merasakan hangatnya sentuhan itu. Dalam sekejap, semua keraguan dan rasa bersalahnya terasa pudar. Mereka berbagi momen yang manis, tertawa dan berbicara tentang mimpi dan harapan yang mereka miliki.

 

Namun, tidak lama setelah itu, perasaan bersalah itu kembali menerpa. Rizki teringat akan Sofia, sahabat yang selama ini selalu ada untuknya. Ia teringat pada tawa Sofia yang ceria, semua cerita yang telah mereka bagi, dan bagaimana Sofia selalu mendukungnya dalam segala hal. Rasa bersalah itu seakan membanjiri pikirannya, membuatnya tidak bisa sepenuhnya menikmati waktu bersama Aisha.

 

“Apa kau baik-baik saja?” Aisha bertanya, melihat ekspresi Rizki yang tiba-tiba berubah. Ia merasakan ketegangan yang melanda Rizki. Rizki menarik napas dalam-dalam, berusaha menata pikirannya.

 

“Aku... aku hanya merasa ini semua salah,” Rizki mengakui. “Sofia adalah sahabatku. Dia tidak layak mendapatkan ini.”

 

Aisha menunduk, matanya berkaca-kaca. “Aku tahu, Rizki. Tapi perasaan kita satu sama lain tidak bisa diabaikan. Kita tidak bisa terus bersembunyi selamanya.” Suaranya lembut namun penuh ketegasan. Ia berusaha meyakinkan Rizki bahwa hubungan ini adalah sesuatu yang berharga, meskipun mereka harus menyimpannya dari dunia luar.

 

Rizki menggenggam tangan Aisha lebih erat, merasakan ketulusan dalam sentuhan itu. “Tapi kita juga tidak bisa melukai orang lain. Kita harus memikirkan Sofia,” ujarnya, suara penuh kekhawatiran.

 

“Lalu apa yang harus kita lakukan?” Aisha bertanya, matanya menatap tajam ke dalam mata Rizki, mencari jawaban. Rizki merasa terjepit antara dua hati yang ia cintai—sahabatnya dan cintanya. Dalam hati, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus menjalani hidup dengan berbohong.

 

“Bagaimana jika kita memberi jarak? Mungkin kita perlu waktu untuk berpikir,” Rizki mengusulkan. Dalam hatinya, ia merasa berat untuk mengatakannya. Ia tahu itu akan menyakitkan Aisha, tetapi ia merasa tidak ada pilihan lain. Ia tidak ingin menjadi penyebab kesedihan bagi Sofia, atau bagi Aisha.

 

Aisha menarik tangannya dengan lembut, menyisakan jarak antara mereka. “Mungkin itu yang terbaik,” katanya pelan, suaranya hampir tak terdengar. Rizki melihat mata Aisha berkilau dengan air mata yang tidak tertahan. Melihat Aisha seperti itu membuat hatinya semakin hancur. Dia ingin menghibur Aisha, tetapi ia juga tahu bahwa keputusan ini mungkin satu-satunya jalan yang benar.

 

Malam semakin larut, dan mereka berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Rizki merasa seolah-olah waktu berjalan lambat, setiap detik terasa seperti selamanya. Akhirnya, Aisha memecah keheningan. “Kau tahu, meskipun kita tidak bisa bersama sekarang, aku akan selalu menghargai apa yang kita miliki,” katanya dengan tegas, meski suaranya bergetar.

 

Rizki mengangguk, hatinya berat. “Aku juga, Aisha. Kau sangat berarti bagiku. Itu tidak akan pernah berubah.” Ia berharap kata-katanya bisa menghibur, meski ia tahu betul bahwa perpisahan ini akan menyakitkan.

 

Ketika mereka berpisah malam itu, Rizki merasa seolah ada bagian dari dirinya yang hilang. Ia berjalan pulang dengan langkah pelan, merasakan kekosongan di hatinya. Setiap langkah mengingatkannya pada semua momen indah yang telah mereka lewati. Namun, rasa bersalah terus menghantuinya, seolah-olah ia telah mengkhianati dua orang yang paling berharga dalam hidupnya.

 

Sesampainya di rumah, Rizki terjatuh ke dalam pikirannya. Dalam gelapnya malam, ia bertanya-tanya apakah ia telah membuat keputusan yang tepat. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Ia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan ia harus menghadapi konsekuensi dari setiap langkah yang ia ambil.

 

Dengan keputusan yang berat ini, Rizki bertekad untuk menemukan cara untuk mendamaikan perasaannya. Ia tidak ingin menjadi penyebab luka bagi siapapun. Dan dengan harapan, ia berharap waktu bisa menjawab semua pertanyaannya.



Bersambung.....

Tidak ada komentar untuk "CINTA DALAM DILEMA, BAG. 10"