Cinta Terhalang (Sheilla), BAB 2
Bab 2: Cinta yang Bersemi
Hari-hari setelah majlis ilmiah itu membawa perubahan besar
dalam hidup Sheilla. Pertemuan dengan Aidan membuatnya merasakan sesuatu yang
baru. Setiap kali mereka bertemu, baik di kelas maupun di kafe, percakapan
mereka semakin dalam. Mereka mulai berbagi kisah hidup masing-masing, menggali
impian dan harapan yang selama ini terpendam.
Suatu sore yang cerah, mereka memutuskan untuk belajar
bersama di taman kampus. Ditemani sinar matahari yang hangat dan suara burung
berkicau, suasana terasa nyaman. Sheilla dan Aidan duduk di bangku kayu yang
dikelilingi pepohonan rindang, membuka buku-buku mereka, tetapi tidak lama
kemudian, perhatian mereka lebih kepada satu sama lain.
“Apa cita-cita terbesarmu, Sheilla?” tanya Aidan, menatapnya
dengan penuh minat.
Aidan mengangguk. “Itu luar biasa! Saya juga ingin
berkontribusi, tetapi dalam cara yang berbeda. Saya ingin menjadi pengusaha
sosial, menciptakan peluang bagi orang-orang di sekitar saya.”
Mendengar jawaban Aidan, Sheilla semakin terpesona. Mereka
berbagi lebih banyak mimpi dan aspirasi, dan dalam setiap detil yang
diungkapkan, ada kehangatan yang menyelimuti hati mereka. Sejak saat itu,
setiap pertemuan mereka terasa seperti sebuah ritual yang dinanti-nanti.
Malam-malam berikutnya, mereka sering berkomunikasi lewat
pesan singkat. Aidan sering mengirimkan kutipan-kutipan inspiratif yang membuat
Sheilla merenung. Sementara itu, Sheilla tak ragu untuk membagikan pemikirannya
tentang buku-buku yang sedang dibacanya. Keduanya merasa semakin dekat meski
jarak antara mereka tidak dapat diabaikan.
Namun, di balik semua kebahagiaan itu, ada ketidakpastian
yang menghantui pikiran Sheilla. Ia ingat tentang harapan orang tuanya untuk
masa depannya. Mereka ingin Sheilla menikah dengan seseorang dari latar
belakang yang lebih mapan. Di satu sisi, ia merasakan cinta yang tulus terhadap
Aidan, tetapi di sisi lain, tekanan dari keluarga semakin menguat.
Suatu hari, saat mereka berjalan pulang dari kafe, Sheilla
merasa perlu untuk jujur kepada Aidan. “Aidan, aku ingin berbicara tentang
sesuatu yang penting,” katanya, menyandarkan punggungnya ke dinding gedung.
“Ada apa, Sheilla?” Aidan berhenti dan menatapnya, wajahnya
menunjukkan perhatian penuh.
“Aku… aku merasa ada sesuatu yang mengganggu kita. Ini
tentang keluargaku. Mereka memiliki harapan tertentu untukku, dan aku tidak
tahu bagaimana menjelaskannya kepadamu,” ucap Sheilla, sedikit ragu.
Aidan menghela napas, seolah memahami beban yang ada di hati
Sheilla. “Aku mengerti. Terkadang, cinta tidak mudah. Tapi yang terpenting
adalah apa yang kita rasakan satu sama lain,” jawabnya dengan lembut.
Sheilla merasa lega mendengar kata-kata Aidan. “Tapi aku
takut. Aku tidak ingin mengecewakan keluargaku, dan aku juga tidak ingin
kehilanganmu,” katanya dengan suara bergetar.
Aidan tersenyum, meski ada kerisauan di matanya. “Sheilla,
kita harus percaya pada diri kita sendiri. Cinta yang tulus akan menemukan
jalannya, meskipun banyak rintangan yang harus kita hadapi.”
Setelah perbincangan itu, setiap pertemuan mereka menjadi
lebih berarti. Mereka melakukan banyak hal bersama, mulai dari mengunjungi
pameran seni hingga menghadiri seminar tentang pengembangan masyarakat. Dalam
setiap kegiatan, Sheilla merasakan kehadiran Aidan sebagai dukungan yang tak
ternilai.
Mereka sering berbagi tawa, menari-nari di tengah hujan, dan
bercanda tentang mimpi-mimpi konyol. Sheilla merasa terbangun dari mimpi indah,
di mana dunia di sekelilingnya terasa lebih berwarna. Aidan bukan hanya teman,
tetapi juga sosok yang menantangnya untuk menjadi versi terbaik dari dirinya.
Namun, di balik senyuman itu, ketidakpastian tetap
mengintai. Sheilla tahu bahwa cinta ini tidak akan mudah. Dinding pemisah yang
dibangun oleh harapan orang tuanya masih ada. Tetapi, satu hal yang pasti:
cinta mereka telah bersemi, dan tidak ada yang bisa mengubah kenyataan itu.
Tidak ada komentar untuk "Cinta Terhalang (Sheilla), BAB 2"
Posting Komentar